Minggu, 05 Desember 2010

OA dan NSAID

Osteoartritis (OA, dikenal juga sebagai artritis degeneratif, penyakit degeneratif sendi), adalah kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi.

Pada sendi, suatu jaringan tulang rawan yang biasa disebut dengan nama kartilago biasanya menutup ujung-ujung tulang penyusun sendi. Suatu lapisan cairan yang disebut cairan sinovial terletak di antara tulang-tulang tersebut dan bertindak sebagai bahan pelumas yang mencegah ujung-ujung tulang tersebut bergesekan dan saling mengikis satu sama lain.

Pada kondisi kekurangan cairan sinovial lapisan kartilago yang menutup ujung tulang akan bergesekan satu sama lain. Gesekan tersebut akan membuat lapisan tersebut semakin tipis dan pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri.

Patofisiologi Kartilago hyaline (jaringan rawan sendi) adalah jaringan elastis yang 95 persen terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5 persen sel kondrosit. Fungsinya sebagai penyangga atau shock breaker, juga sebagai pelumas, sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi. Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah. Pada permukaan sendi yang sudah aus terjadilah pengapuran. Yaitu tumbuhnya tulang baru yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjadikan sendi kembali stabil, tapi hal ini justru membuat sendi kaku. Sendi yang sering menjadi sasaran penyakit ini adalah sendi yang sering digunakan sebagai penopang tubuh seperti lutut, tulang belakang, panggul, dan juga pada sendi tangan/kaki. Jika tidak diobati sakit akan bertambah dan tidak bisa berjalan. Selain itu, tulang bisa mengalami perubahan bentuk atau deformity bersifat permanen. Bengkok pada kaki bisa ke dalam maupun keluar. Dampak kelainan ini muncul perlahan 10 tahun kemudian untuk itu perlu waspada.


JENIS-JENIS OA

1. Primer
Penyebab tak diketahui, akibat proses penuaan alami. Dialami setelah usia 45 tahun, tidak diketahui penyebab secara pasti, menyerang perlahan tapi pasti, dan dapat mengenai banyak sendi. Biasanya mengenai sendi lutut dan panggul, bisa juga sendi lain seperti punggung dan jari-jari.

2. Sekunder
Dialami sebelum usia 45 tahun, penyebab trauma (instability) yang menyebabkan luka pada sendi (misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar), akibat sendi yang longgar dan pembedahan pada sendi. Penyebab lain adalah faktor genetik dan penyakit metabolik.


GEJALA OA

Penyakit ini bisa tanpa gejala (asimptomatik) artinya walaupun menurut hasil X-ray hampir 70 persen manula lebih 70 tahun dideteksi menderita penyakit OA, tetapi hanya setengahnya mengeluh, sedangkan selebihnya normal. Berikut ini tanda tanda serangan OA :
Persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan .Pada mulanya hanya terjadi pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan menimbulkan rasa sakit setiap melakukan gerakan tertentu , terutama pada waktu menopang berat badan, namun bisa membaik bila diistirahat kan . Pada beberapa penderita , nyeri sendi dapat timbul setelah istirahat lama,misalnya duduk di kursi atau di jok mobil dalam perjalanan jauh. Terkadang juga dirasakan setelah bangun tidur di pagi hari. Adanya pembengkakan/peradangan pada persendian (Heberden’s dan Bouchard’s nodes). Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan. Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian. Kesulitan menggunakan persendian. Bunyi pada setiap persendian(crepitus). Gejala ini tidak menimbulkan rasa nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap persendian (umumnya lutut)
Perubahan bentuk tulang.Ini akibat jaringan tulang rawan yang semakin rusak, tulang mulai berubah bentuk dan meradang , menimbulkan rasa sakit yang amat sangat.


FAKTOR RESIKO

Usia diatas 50 tahun.
wanita
Kegemukan
Riwayat immobilisasi
Riwayat trauma atau radang di persendian sebelumnya.
Adanya stress pada sendi yang berkepanjangan,misalnya pada olahragawan.
Adanya kristal pada cairan sendi atau tulang .
Densitas tulang yang tinggi
Neurophaty perifer
faktor lainnya : ras, keturunan dan metabolik.


PENCEGAHAN OA

Dengan mengeleminir faktor predisposisi di atas. Sebagai tips, lakukan hal-hal berikut untuk menghindari sedini mungkin anda terserang OA atau membuat OA anda tidak kambuh yaitu dengan;
Menjaga berat badan
Olah raga yang tidak banyak menggunakan persendian
Aktifitas Olah raga sesuai kebutuhan
Menghindari perlukaan pada persendian.
Minum suplemen sendi
Mengkonsumsi makanan sehat
Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman
Lakukan relaksasi dengan berbagai tehnik
Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. hal tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan tulang.


DIAGNOSIS OA

Curigai pada manula dengan gejala OA dan lakukan pemeriksaan Xray foto pada sendi yang dikeluhkan, khusus untuk lutut pemeriksaan dilakukan posisi berdiri dan kedua lutut diperiksa untuk pembanding.
Pada foto xray penderita OA kita bisa jumpai adanya osteofit pada pinggir sendi, penyempitan rongga sendi,peningkatan densitas tulang subkhondral, kista pada tulang subkhondral, cairan sendi. Pada pemeriksaan laboratorium penderita OA normal, tapi diperlukan untuk membedakan dengan penyakit lain.
Pada kasus OA dengan cairan sendi berlebihan diperlukan pemeriksaan analisis cairan sendi untuk membedakan dengan OA yang terinfeksi, karena pada OA analisis cairan sendi jernih, kental, sel darah putih < 2000/mL


PENGOBATAN OSTEOARTHRITIS

Edukasi pasien
Obat nyeri
Excercise, menghilangkan kekakuan dan lingkup sendi lebih luas.
Suplemen sendi : Glukosamin dan Chondroitin , masing-masing memiliki fungsi yaitu : Chondroitin sulfat berguna untuk merangang pertumbuhan tulang rawan dan menghambat perusakan tulang rawan.Glukosamin adalah pembentukan proteoglycan, bekerja dengan merangsang pembentukan tulang rawan, serta menghambat perusakan tulang rawan.
Pemberian injeksi hyaluronic acid
Artroskopi debridement, suatu prosedur tindakan untuk diagnosis dan terapi pada kelainan sendi dengan menggunakan kamera, dengan alat ini dokter melakukan pembersihan dan pencucian sendi, selain itu dokter dapat melihat kelainan pada sendi yang lain dan langsung dapat memeperbaikinya.

Penggantian sendi (THR), prosedur ini dilakukan pada kasus stadium lanjut (3dan 4). Setelah operasi pasien dapat berjalan kembali dengan tanpa rasa nyeri.
Hasil uji klinik jangka panjang, Adenomatous Polyp Prevention on Vioxx (APPROVe), yang berujung pada penarikan rofecoxib (Vioxx) 30 September 2004 silam, membuat berbagai negara di seluruh dunia mengkaji ulang rekomendasi atau konsensus dalam pengobatan arthritis, dan salah satu di antaranya adalah Kanada.

Setelah studi tersebut dipublikasikan, tim penyusun konsensus dari negara ini segera me-review semua artikel atau jurnal tentang obat anti inflamasi non steroid (OAINS/NSAID = Non-Steroid Anti Inflamatory Drug) atau coxib mulai dari Januari 2000 hingga Desember 2004. Selanjutnya hasil review ini diperdebatkan dan diformulasikan dalam bentuk konsensus pada Third Canadian Consensus Conference Group yang diselenggarakan 21-23 Januari 2005. Konsensus ini kemudian dipublikasikan dalam jurnal J Rheumatol 2006;33:140-57.

Pada pertemuan tersebut disepakati, data yang ada saat itu tentang risiko kardiovaskular akibat penggunaan OAINS, belum cukup jelas menunjukkan apakah risiko kardiovaskular dimiliki dan merupakan ciri khas dari satu kelas obat (coxib) atau hanya dijumpai pada individu obat tertentu saja. Tapi tak lama pasca pertemuan ini, muncul publikasi yang meluruskan hal tersebut. Publikasi yang dipresentasikan pada joint meeting of U.S Arthritis Advisory Committee and Drug Safety and Risk Management Advisory Committee dari FDA, 16-18 Februari 2005, dan pertemuan Health Canada’s Expert Advisory Panel on the Safety of Cox-2 Selective NSAID, 9-10 Juni 2005 ini mengklarifikasi bahwa hampir semua coxib yang ada memang berisiko terhadap kardiovaskular, namun dengan tingkat berbeda.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, akhirnya tim konsensus mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk pengobatan arthritis. Coxib digunakan untuk mengatasi gejala arthritis karena sama efektif dengan OAINS nonselektif, namun lebih protektif terhadap gastrointestinal (GI). Pasien yang akan diberi coxib harus diberi informasi tentang pilihan terapi, termasuk perlunya menyeimbangkan antara risiko kardiovaskular dan manfaat proteksi gastrointestinal (GI) dari coxib.
Konsensus juga merekomendasikan peresepan proton pump inhibitor (PPI) jika OAINS nonselektif diberikan pada pasien dengan risiko tinggi mengalami gangguan GI. Meskipun datanya masih terbatas, menurut konsensus ini, pemberian coxib mungkin lebih cost-effective untuk pasien dengan risiko GI tinggi ketimbang kombinasi OAINS nonselektif plus PPI.

Pasien dengan risiko gangguan ginjal yang tinggi, untuk memulai dan tak lama setelah terapi harus dikontrol nilai klirens kreatinin dan tekanan darahnya agar berada pada nilai dasar (baseline). Sedangkan untuk lansia, sebisa mungkin diberi terapi nonfarmakologi. Tapi jika terpaksa, peresepan OAINS/coxib harus dilakukan dibawah pengawasan ketat.

Untuk menambah manfaat terapi, jika memungkinkan di samping pemberian oral, pasien juga bisa menggunakan OAINS topikal. Studi membuktikan bahwa OAINS topikal aman dan efektif mengobati osteoarthritis (OA) lutut. Guideline dari Amerika (American College of Rheumatology) dan Eropa (European League Against Rheumatism ) terkini merekomendasikan penggunaan OAINS topikal sebagai terapi alternatif efektif untuk OA.

Terakhir konsensus menegaskan bahwa panduan ini sifatnya hanyalah sebagai pelengkap dan pembantu. Keputusan terapi tetaplah berada di tangan internis. Untuk itu diharapkan internis mempertimbangkan segala aspek, terutama risk and benefit terapi. Khusus untuk rofecoxib, karena telah terbukti meningkatkan risiko kardiovaskular, konsensus secara tegas melarang pemberian obat ini.

Berikut pilihan terapi arthritis dengan OAINS beserta pertimbangannya :

Salisilat

Kelompok obat ini merupakan cikal bakal berkembangnya OAINS. Salisilat menimbulkan efek analgesia, anti inflamasi, dan anti piretik dengan menekan produksi prostaglandin dan tromboksan dengan menghambat siklooksigenase (Cox-1 dan Cox-2). Oleh karena itu salisilat dan turunannya disebut juga dengan OAINS konvensional, karena tak selektif terhadap salah satu tipe siklooksigenase.
OAINS, asam asetil salisilat, lebih dikenal sebagai antiplatelet pada dosis rendah ketimbang sebagai pengobatan gejala arthritis. Namun turunannya, yaitu diflunisal biasa digunakan untuk meredakan gejala arthritis. Efek analgesia diflunisal muncul 1 jam setelah pemberian dan efek maksimal dicapai setelah 2-3 jam. Namun, kelompok salisilat ini berbahaya terhadap saluran cerna.

Arylalkanoic Acid

Kelompok ini yang kerap dikenal dalam pengobatan arthritis di antaranya adalah indometasin dan diklofenak. Keduanya diindikasikan mengatasi gejala arthritis dan gout ( ankylosing spondylitis, rheumatoid arthritis, arthritic gout, osteoarthritis, juvenile arthritis, dan pseudogout).
Indometasin merupakan turunan indol metilat dengan efek lebih kuat dibanding aspirin. Kekuatan ini tak lain berasal dari 2 mekanisme tambahan di samping menghambat pembentukan prostaglandin. Modus kerja tambahan ini mencakup inhibisi motilitas leukosit polimorfonuklear, seperti halnya kolkisin dan melepaskan fosforilasi oksidatif pada mitokondria kartilago, seperti layaknya salisilat. Akhirnya kedua mekanisme ini memperkuat efek analgesia dan antiinflamasi indometasin.
Meski cukup superior, namun sebagai OAINS nonselektif, indometasin tak lepas dari efek samping yang cukup serius. Di antaranya adalah komplikasi pada saluran cerna dan gangguan mental ringan yang reversibel. Oleh karena itu, obat ini tidak boleh diberikan untuk mengatasi nyeri ringan dan sederhana. Indometasin sebaiknya diberikan sesuai indikasi klinisnya.
Mengingat efek samping tersebut, maka indometasin tidak boleh diberikan untuk pasien dengan tukak GI aktif. Penggunaan indometasin harus dibatasi dan dilakukan secara hati-hati pada pasien dengan kolitis bertukak, epilepsi, parkinson, dan gangguan mental. Belum ada data tentang efektivitas dan keamanan indometasin pada anak, jadi sebaiknya indometasin tidak diberikan pada anak usia 14 tahun ke bawah. Indometasin juga tidak boleh diberikan pada ibu hamil karena bisa dengan mudah melewati plasenta.
Serupa dengan indometasin, diklofenak tampaknya juga merupakan OAINS yang superior dan unik. Selain menghambat siklooksigenase, ada evidence bahwa diklofenak juga mengintervensi jalur lipooksigenase sehingga mengurangi pembentukan leukotrien. Leukotrien merupakan pro-inflammatory autacoid. Tak hanya itu, diklofenak disinyalir juga menghambat fosfolipase A2. Mekanisme tambahan ini diduga menjadi sumber kekuatan diklofenak. Jadi wajar saja bila obat ini juga dikenal sebagai OAINS yang superior.
Kerja diklofenak yang menginhibisi siklooksigenase, ternyata juga menurunkan prostaglandin di epitel lambung. Akibatnya epitel jadi lebih sensitif mengalami korosif oleh asam lambung. Ini pulalah yang menjadi efek samping utama diklofenak. Tapi bagusnya, diklofenak memiliki kecenderungan (sekitar 10 kali) menghambat COX-2 dibandingkan dengan COX-1. Itu sebabnya keluhan GI akibat penggunaan diklofenak lebih rendah ketimbang indometasin dan aspirin. Alhasil diklofenak dikenal sebagai OAINS yang bisa ditoleransi dengan baik. Dari 20% pasien yang mengalami efek samping pada penggunaan diklofenak jangka panjang, hanya 2% yang akhirnya menghentikan pengobatan.

2-Arylpropionic acid (profen)

Profen merupakan salah satu kelompok OAINS yang sangat banyak digunakan. Ibuprofen dan ketoprofen, misalnya, digunakan secara luas hampir disebagian besar negara di dunia. Ibuprofen dosis rendah (200 mg dan terkadang 400 mg) dan ketoprofen 12,5 mg dapat diperoleh tanpa resep atau over the counter (OTC) untuk mengatasi sakit kepala, nyeri haid, demam, dan nyeri ringan lainnya. Dosis lebih tinggi digunakan untuk mengatasi nyeri sedang seperti gejala arthritis.
Keputusan untuk melempar ibuprofen dan ketoprofen ke pasar OTC tak lain karena obat ini relatif aman pada dosis rendah. Di antara semua OAINS nonselektif, ibuprofen menunjukkan efek samping pada GI paling rendah. Tapi untuk dosis di atas preparat OTC, penggunaannya harus tetap diawasi atau diresepkan (maksimum 3200 mg per hari). Pasalnya, pemberian ibuprofen dosis tinggi dalam jangka panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko infark miokard.
Berbeda dengan kedua anggota profen yang telah disebut di atas, penggunaa naproxen dan ketorolak malah harus diawasi secara ketat. Seperti OAINS lain, kedua obat ini bisa menimbulkan gangguan pada GI. Bahkan ketorolak bisa menyebabkan retensi cairan dan edema. Karenanya, penggunaan ketorolak hanya diperbolehkan untuk jangka waktu pendek (maksimal tiga hari). Ketorolak tak diindikasikan untuk mengatasi gejala arthritis.
Sedangkan naproxen biasa diindikasikan untuk mengatasi gejala arthritis. Agar bisa memberikan efek memadai, naproxen membutuhkan dosis yang lebih tinggi ketimbang OAINS lain (dosis minimal 200 mg), dengan loading dose 550 mg. Meski demikian, naproxen terikat baik dengan albumin sehingga waktu paruhnya lebih panjang, yakni 12 jam per dosis.

Coxib

Awalnya, COX-2 selective inhibitors atau coxib dikembangkan untuk menghindari efek samping pada saluran cerna yang umum dijumpai pada penggunaan OAINS nonselektif. Tapi seperti yang telah dijelaskan di atas, ternyata beberapa coxib ditemukan berisiko terhadap kardiovaskular. Meski demikian, beberapa konsensus tetap menggunakan obat golongan ini dengan mempertimbangkan risk and benefit-nya.
Potensi coxib dibedakan berdasarkan selektifitasnya. Coxib yang lebih baru (valdecoxib, etoricoxib, lumiracoxib) menghambat COX-2 lebih selektif dari celecoxib atau rofecoxib. Bagaimana relevansi klinis dari peningkatan selektivitas ini masih belum jelas.
Celecoxib dan valdecoxib sama-sama memiliki suatu ikatan sulfonamida, yakni suatu metabolit aktif dari prodrug parecoxib. Uji klinis memperlihatkan bahwa kedua obat ini efektif mengatasi OA dan RA. Pada uji juga terlihat, insiden ulser gastrik dan duodenum secara endoskopi pada pasien yang menggunakan obat ini lebih rendah secara bermakna ketimbang pasien yang menerima OAINS nonselektif. Namun valdecoxib tak seberuntung celecoxib. Nasibnya kandas ditengah jalan. Pada 2005 silam, valdecoxib ditarik secara sukarela dari beberapa market utama terkait dengan efek reaksi kulit yang serius. Menurut FDA, setidaknya 7 pasien dengan atau tanpa riwayat alergi sulfonamide meninggal.
Sementara rofecoxib dan etoricoxib sama-sama memiliki suatu gugus sulfon. Tapi rofecoxib mesti ditarik dari peredaran lantaran terkait dengan risiko kardiovaskularnya. Etoricoxib, generasi lebih baru, kini tengah menjalani uji klinis fase III/IV. Sejak penarikan rofecoxib, FDA lebih hati-hati dan meminta data tambahan tentang efikasi dan keamanan etoricoxib sebelum di-approval.
Menurut hasil uji yang telah berjalan, etoricoxib memiliki efikasi yang sama dengan diklofenak 50 mg tiga kali sehari atau naproksen 50 mg dua kali sehari untuk OA atau RA, dan sebanding atau unggul terhadap naproksen 1000 mg per hari untuk pasien RA. Etoricoxib memiliki tingkat lesi lambung dan duodenum yang dilihat dengan endoskopik lebih rendah ketimbang ibuprofen, dan memiliki risiko yang lebih kecil mengalami gangguan saluran cerna serius (perforasi, ulser, dan pendarahan (PUB) daripada OAINS nonselektif. Etoricoxib relatif memliki waktu paruh yang panjang, sekitar 22 jam.
Di antara semua coxib yang telah dikembangkan, lumiracoxib tampaknya paling selektif untuk inhibisi COX-2 (rasio COX-2/COX-1 500). Secara struktural, lumiracoxib merupakan analog lemah dari asam fenilasetat dan berefek sama dengan diklofenak.
Lumiracoxib memiliki yang paruh yang sangat singkat (3–6 jam). Uji klinis memperlihatkan lumiracoxib 100–400 mg per hari efektif pada pasien OA dan RA, dengan risiko komplikasi saluran cerna yang lebih rendah secara signifikan ketimbang OAINS nonselektif. Namun pada November 2007, lumiracoxib (Prexige, Novartis) ditarik oleh regulator MHRA karena mengakibatkan kerusakan hati.

SKABIES dan TERAPINYA

Skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular. Orang jawa sering menyebutnya gudig. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabei. Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan penderita atau tidak langsung melalui alat-alat yang dipakai penderita, misal : baju, handuk, dll.
Gejala klinis yang sering menyertai penderita adalah :
Gatal yang hebat terutama pada malam hari sebelum tidur
Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan), bekas-bekas lesi yang berwarna hitam
Dengan bantuan loup (kaca pembesar), bisa dilihat adanya kunikulus atau lorong di atas papula (vesikel atau plenthing/pustula)
Predileksi atau lokasi tersering adalah pada sela-sela jari tangan, bagian fleksor pergelangan tangan, siku bagian dalam, lipat ketiak bagian depan, perut bagian bawah, pantat, paha bagian dalam, daerah mammae/payudara, genital, dan pinggang.
Pada pria khas ditemukan pada penis sedangkan pada wanita di aerola mammae. Pada bayi bisa dijumpai pada daerah kepala, muka, leher, kaki dan telapaknya.
Pemariksaan adanya skabies atau Sarcoptes scabei dengan cara :
Melihat adanya burrow dengan kaca pembesar
Papula, vesikel yang dicurigai diolesi pewarna (tinta) kemudian dicuci dengan pelarutnya sehingga terlihat alur berisi tinta
Melihat adanya sarcoptes dengan cara mikroskopis, yaitu ;
Atap vesikelnya diambil lalu diletakkan di atas gelas obyek terus ditetesi KOH 30%, ditutup dengan gelas penutup dan diamati dengan mikroskop.
Papula dikorek dengan skalpel pada ujungnya kemudian diletakkan pada gelas obyek lalu ditutup dan diamati dengan mikroskop.
Pengobatan skabies yang terutama adalah menjaga kebersihan untuk membasmi skabies (mandi dengan sabun, sering ganti pakaian, cuci pakaian secara terpisah, menjemur alat-alat tidur, handuk tidak boleh dipakai bersama, dll)
Obat antiskabies yang sering dipakai adalah :
Preparat yang mengandung belerang
Emulsi benzoate benzilicus 25%
Gamma benzene hexachloride 0,5%-1%
Scabies disebabkan kutu bernama Sarcopus Scabiei Var. Kutu betinanya mampu bertelur hingga tiga butir per hari, dan ini sudah cukup untuk membuat anda gila kegatalan selama berminggu-minggu.
Scabies mudah menular melalui persentuhan kulit saat berhubungan seks, berpinjaman handuk atau selimut.
Kalau Anda merasa gatal-gatal khususnya di malam hari  di sela-sela jari, pergelangan tangan, ketiak, siku dan tumit, segera hubungi dokter. Mintalah dia membuat resep pestisida untuk membasmi kutu ini. Salah satu obat scabies yang ampuh adalah Elimite, krim mengandung 5% permetrin. Oleskan ke seluruh tubuh setelah mandi dan biarkan kering 8-14 jam. Cuci juga semua handuk, selimut, pakaian atau apa saja yang sudah disentuh oleh penderita scabies ini.
Begitu banyak std lainnya yang apabila dijabarkan mungkin akan mengubah perilaku seks Anda menjadi lebih berhati-hati. Walaupun ada beberapa std yang menular tanpa penetrasi, tetaplah melakukan seks aman dengan menggunakan kondom dan pelumas. Lebih baik mencegah daripada mengobati, masih menjadi kata-kata bijak yang harus kita ingat.
Penyakit scabies adalah penyakit yang menyerang kulit, bentol bentol kecil warna kemerahan dan cepat menyebar ke seluruh tubuh jika tidak segera diobati. Gambar bisa diakses disini Scabies. Yang menderita penyakit ini biasanya merasa tersiksa karena gatal gatal yang makin lama makin banyak dan timbul di seluruh tubuh biasanya jadi susah tidur.

Penyakit scabies disebabkan oleh kutu yang membuat terowongan kecil dibawah lapisan kulit persis dibawah kulit ari, dan menembus kemana mana, jadi ya lorong-lorongnya sebenarnya banyak persis seperti sarang tikus, karena itu menyebabkan gatal gatal. Pada saat bertelur kutu scabies ini menyebarkan telur telurnya keseluruh tubuh, walaupun perjalanannya lambat sekitar 1 cm per 1 malam, tapi karena makin lama makin banyak tentu saja bisa menyebar keseluruh tubuh. Telor kutu scabies akan menetas dalam tempo sekitar 1 minggu sampai 10 hari. Oleh karena itu dalam masa pengobatannya harus diulangi lagi setelah 1 minggu sampai 10 hari.
Obat yang sudah jadi memang banyak antara lain scabicid dan scabimid. Obat ini tergolong murah untuk ukuran obat salep, sekitar Rp. 20.000 per tube, ukuran sekitar 20 gram. Jadi per gramnya Rp. 1000,-.

Pengalaman saya menggunakan obat ini kurang bagus hasilnya, sudah lebih dari 1 minggu ternyata belum sembuh juga. Akhirnya aku memilih membuat sendiri dari obat tradisional obat scabies bisa dilihat di Medicine. Obat tradisional untuk scabies itu ada beberapa macam, ada yang tidak baik untuk anak anak dan ada yang aman buat anak anak dan bayi. Yang akan diterangkan disini yang aman saja, memang dengan obat yang kurang aman buat anak itu hanya perlu satu hari saja dan diulangi setelah 10 hari. Tapi obat tradisional yang ini juga tidak kalah ampuh, hanya 3 hari dan diulangi lagi setelah 10 hari, 3 hari lagi. Cara menggunakannyapun cukup sederhana cukup dibedakan ke seluruh tubuh.

Bahan:
1.Sulfur, berbentuk bubuk kuning, kalau belum bubuk harus ditumbuk sampai halus dahulu.
2.Bedak bayi yang netral, tidak mengandung bahan macam macam, untuk menghindari adanya reaksi dengan sulfur. Lebih aman lagi menggunakan tepung kanji.
Ramuan:
Campur bubuk sulfur dengan bedak/tepung dengan komposisi 1: 8, jadi jika tepungnya 8 gram maka sulfurnya perlu 1 gram, jangan terbalik. Campur sampai campuran menjadi rata dengan mengaduk aduk berulang kali. Jadi deh obat tradisional scabies. Setelah jadi bisa langsung dibalurkan keseluruh tubuh penderita scabies.

KANKER dan KELADI TIKUS

Kanker atau neoplasma ganas adalah penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk:
tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi batas normal)
menyerang jaringan biologis di dekatnya.
bermigrasi ke jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi darah atau sistem limfatik, disebut metastasis.
Tiga karakter ganas inilah yang membedakan kanker dari tumor jinak. Sebagian besar kanker membentuk tumor, tetapi beberapa tidak, seperti leukemia. Cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan studi, diagnosis, perawatan, dan pencegahan kanker disebut onkologi.
Pada umumnya, sel kanker membentuk sebuah tumor, kecuali pada leukemia. Reaksi antara asam tetraiodotiroasetat dengan integrin adalah penghambat aktivitas hormon tiroksin dan tri-iodotironina yang merupakan salah satu faktor yang berperan dalam angiogenesis dan proliferasi sel tumor. Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline). Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung pada lokasi dan karakter keganasan, serta ada tidaknya metastasis. Diagnosis biasanya membutuhkan pemeriksaan mikroskopik jaringan yang diperoleh dengan biopsi. Setelah didiagnosis, kanker biasanya dirawat dengan operasi, kemoterapi, atau radiasi.
Kebanyakan kanker menyebabkan kematian. Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Kebanyakan kanker dapat dirawat dan banyak disembuhkan, terutama bila perawatan dimulai sejak awal. Banyak bentuk kanker berhubungan dengan faktor lingkungan yang sebenarnya bisa dihindari. Merokok dapat menyebabkan banyak kanker daripada faktor lingkungan lainnya. Tumor (bahasa Latin; pembengkakan) menunjuk massa jaringan yang tidak normal, tetapi dapat berupa "ganas" (bersifat kanker) atau "jinak" (tidak bersifat kanker). Hanya tumor ganas yang mampu menyerang jaringan lainnya ataupun bermetastasis. Kanker dapat menyebar melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ lain.
Keladi Tikus mengandung zat yang dapat mengaktifkan fungsi sel darah dengan memproduksi mediator, sehingga merangsang dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Di Malaysia Keladi Tikus dipakai sebagai obat penyembuh penyakit kanker yang penggunaannya disarankan dilakukan berdampingan dengan pengobatan medis seperti kemoterapi (chemotherapy) atau radioterapi (radiotherapy). Pada penderita kanker stadium lanjut penggunaan sari Keladi Tikus telah menunjukkan hasil yang sangat positip. Keladi Tikus dapat mengatasi efek sampingan dari chemotheraphy, seperti rambut rontok, mual, perasaan tidak nyaman dan berkurangnya nafsu makan.

Daun tanaman dewasa meruncin seperti ujung anak panah. Keladi Tikus termasuk golongan rerumputan yang bentuknya menyerupai talas  tumbuh berumpun di alam bebas pada tanah gembur, lembab dan teduh. Di pulau Jawa Keladi Tikus banyak ditemukan di hampir semua tempat baik dataran tinggi maupun dataran rendah. Tanaman Keladi Tikus yang baru tumbuh, daun biasanya berbentuk bulat sedikit lonjong. Daun daun berikutnya mulai meruncing seperti daun talas. Keladi Tikus yang sudah tua daunnya hijau halus berujung runcing menyerupai anak panah. Bunga berwarna putih kekuningan dan kelopaknya menyerupai ekor tikus. Akarnya berwarna putih membesar membentuk umbi. Tinggi tanaman dewasa 10 s/d 20 cm (yang berkualitas bagus) dengan berat 10 s/d 20 gram setiap rumpun. Umbi Keladi Tikus berbentuk bulat londong. Untuk tanaman dewasa yang siap digunakan diameter umbi antara 1 cm s/d 2 cm. Tanaman ini juga banyak dijumpai tumbuh di parit-parit (tanah berair) dan sangat subur. Pada sawah sawah di beberapa daerah Keladi Tikus bahkan banyak tumbuh diantara padi. Sehingga setiap saat harus dihilangkan / dibasmi karena sangat mengganggu pertumbuhan padi. Keladi Tikus yang tumbuh di tempat demikian tingginya bisa mencapai 40 cm dengam diameter umbi sampai 4 cm. Untuk pengobatan Keladi Tikus yang demikian kualitasnya sangat rendah.

GONORRHEA dan ANTIBIOTIK

Gonorrhea atau di kalangan masyarakat umum dikenal dengan nama GO adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhea. Penyakit ini terutama menyerang mereka yang suka ‘jajan’ a.k.a. suka bergonta ganti pasangan seksual. Karena sifat penularannya yang mudah dan cepat, maka seorang pengidap GO sudah mampu menularkan penyakitnya hanya dengan sekali berhubungan seksual.
Pada wanita, GO tidak menimbulkan gejala apapun sehingga sering luput dari diagnosa dokter. Hal ini menyebabkan seorang wanita pengidap GO tidak menyadari dirinya terinfeksi lalu menularkannya ke orang lain.
Sebaliknya pada laki laki, GO dapat menimbulkan gejala yang sangat hebat seperti rasa terbakar pada saat kencing, gangguan frekuensi kencing dan keluar nanah dari ujung penis. Bila GO tidak tertangani dengan baik maka pada laki laki dapat menimbulkan peradangan pada ‘pabrik’ sperma berupa epididymitis dan orchitis. GO juga sering menimbulkan gejala sistemik seperti rasa nyeri pada persendian, demam, bercak bercak pada kulit dan lain lain.
Gejala GO juga bisa mengenai tenggorokan (faringitis) terutama bagi mereka yang gemar melakukan oral seks. Gejala pada anus juga bisa terjadi bila hubungan seksual dilakukan secara anal.
Gejala GO pada laki laki akan timbul sekitar 4 sampai 8 hari setelah melakukan kontak seksual dengan penderita GO, walaupun terkadang pada beberapa kasus memerlukan waktu yang lebih panjang dari itu.
Gonorrhea dapat dengan mudah didiagnosa dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis pada lendir atau nanah yang keluar dari penis. GO juga bisa didiagnosa dari biakan lendir yang berasal dari saluran kencing, anus atau tenggorokan. Pada pasien dengan gejala sistemik seperti nyeri pada sendi atau gejala pada kulit, kuman GO bisa dibiakan dari bahan darah. Saat ini beberapa metode tes diagnostik secara cepat sudah banyak dikembangkan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mendiagnosa GO menjadi lebih singkat.
Pengobatan GO tanpa komplikasi, cukup dengan sekali suntikan ceftriakson 125mg. Sayangnya saat ini sudah banyak strain kuman GO yang resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotika. Beberapa antibiotika alternatif yang bisa menjadi pilihan adalah Cefixime 400mg, Ciprofloxacin 500mg, Ofloxacin 400mg, dan Levofloxacin 250mg yang diberikan dengan dosis tertentu setiap hari. Pengobatan GO sebaiknya dalam pengawasan dokter agar pengobatan berlangsung dengan tepat untuk mencegah terjadinya resistensi kuman.
Bila kebetulan yang menderita GO adalah pasangan suami istri dan selama menderita GO mereka melakukan hubungan seksual aktif maka keduanya harus berobat meskipun sang istri tidak menimbulkan gejala apapun. Hal ini untuk mencegah terjadinya ‘fenomena pingpong’ yaitu bila hanya suami yang diobati maka ia akan dapat tertular kembali oleh istrinya demikian sebaliknya.
Pengobatan Gonorrhea dengan antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri Neisseria gonorrhea sebagai penyebab penyakit gonorrhea. Penggunaan gonorrhea dengan antibiotik harus berdasarkan resep dokter karena banyaknya penggunaan antibiotik tanpa resep dokter (penggunaan antibiotik secara bebas) menyebabkan resistensi (kekebalan) pada bakteri Gonorrhea.
Umumnya untuk mencegah terjadi resistensi bakteri gonorrhea, dokter lebih sering menggunakan obat – obatan injeksi dengan hanya sekali suntik. Penggunaan antibiotik injeksi sangat efektif untuk membunuh bakteri gonorrhea, namun dalam artikel ini saya tidak membahas antibiotik yang digunakan untuk membunuh bakteri Gonorrhea.
Pencegahan gonorrhea adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual di tempat – tempat pelacuran atau dengan sembarang orang. Selalu setia kepada pasangannya. Jika masih dalam pengobatan gonorrhea, jangan dulu melakukan hubungan seksual dengan pasangannya karena dapat menularkan kepada pasangannya (suami/istri) hingga dinyatakan sembuh oleh dokter.
Peran pemerintah dalam melarang dan menutup tempat – tempat pelacuran dan prsotitusi sangat berperan dalam pencegahan dan penyebaran penyakit gonorrhea ini di tengah masyarakat. Begitu pula peran dari tokoh agama dan masyarakat dalam memberikan pemahaman yang baik untuk masyarakat akan pentingnya nilai – nilai norma agama dan etika dalam masyarakat untuk mencegah pergaulan bebas di masyarakat.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat penyakit gonorrhea adalah kemandulan (infertilitas), pada wanita menyebabkan penyakit radang panggul (PID), kebutaan neonatal pada anak yang baru dilahirkan, perihepatitis, arthritis septic pada jari, pergelangan tangan, pergelangan kaki, aborsi selama kehamilan.

CHF dan DIGOKSIN

Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:
1.penyakit-penyakit yang melemahkan otot-otot jantung,
2.penyakit-penyakit yang menyebabkan kekakuan otot-otot jantung, atau
3.penyakit-penyakit yang meningkatkan permintaan oksigen oleh jaringan tubuh diluar kemampuan jantung untuk memberikannya.
Jantung mempunyai dua atria atau serambi-serambi (atrium kanan dan atrium kiri) yang membentuk kamar-kamar jantung bagian atas, dan dua ventricles atau bilik-bilik (ventricle kiri dan ventricle kanan) yang membentuk kamar-kamar jantung bagian bawah. Ventricle-ventricle adalah kamar-kamar yang berotot yang memompa darah ketika otot-otot berkontraksi (kontraksi dari otot-otot ventricle disebut systole).
Banyak penyakit-penyakit dapat mengganggu aksi memompa dari ventricles. Contohnya, otot-otot dari ventricles dapat diperlemah oleh serangan-serangan jantung atau infeksi-infeksi (myocarditis). Kemampuan memompa yang berkurang dari ventricles yang disebabkan oleh pelemahan otot disebut disfungsi sistolik. Setelah setiap kontraksi ventricle (systole) otot-otot ventricle perlu untuk mengendur untuk mengizinkan darah dari atria untuk mengisi ventricles. Pengenduran dari ventricles disebut diastole.
Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata. Mekanisme kerja digoksin melalui 2 cara, yaituefek langsung dan tidaklangsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan enzim Na+, K+ -ATPasedan peningkatan arus masuk ionkalsium keintra sel. Efektidak langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter. Indikasi utama untuk payah jantung kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium proksimal dan flutter atrium.
Dosis lebih rendah pada pasien dengan berat badan rendah.usia lanjut, hipokalemia dan hipotiroid. Setelah pemberian selama 14 hari, dosis hams diturunkan dan disesuaikan dengan respon pasien. Hati-hati pemberian pada ibu hamil dan menyusui.
Hati-hati pemberian pada penderita gagal jantung yang menyertai glomerulonefritis akut, karditis berat, gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat, hipokalsemia, hipomagnesemia, aritmia atrium yang disebabkan keadaan hipermetabolik, penyakit nodus SA, Sindroma Wolff - Parkinson - White, perikarditis konstriktif kronik, bayi neonatus dan bayi prematur. Blok AV tidak lengkap pada pasien dengan serangan Stokes - Adams dapat berianjut menjadi Blok AV lengkap. Jangan digunakan untuk terapi obesitas atau takikardia sinus, kecuali jika disertai gagal jantung.
Digoksin dapat menimbulkan perubahan ST-T yang pgsitjf semu pada EKG selama testlatihan. Anoreksia, mual, muntan dan aritmia dapat merupakan gejala penyerta gagal jantung atau gejala-gejala keracunan digitalis. Bila timbul keracunan digitalis maka pemberian obat digitalis dandiuretik dihentikan.
Dapatterjadi anoreksia, mual, muntah dan sakitkepala. Gejala toksik pada jantung : kontraksi ventrikel prematur multiform atau unifocal,takikardia ventrikular, desosiasi AV, aritmia sinus, takikardia atrium dengan berbagai derajat blokAV.
Gejala neurologik : depresi, ngantuk, rasa lemah, letargi, gelisah, vertigo, bingung
dan halusinasi visual. im. Gangguan pada mata: midriasis, fotofobia, dan berbagai gangguan visus. Ginekomastia, ruam kulit makulopopularatau reaksikulit yang lain.

OMEPRAZOLE DAN REBEPRAZOL

Omeprazol merupakan senyawa benzimidazol adalah penghambat pompa proton pertama yang digunakan dalam terapi untuk menurunkan dengan sangat kuat produksi asam lambung.
Sel parietal mensekresi asam ke dalam lumen lambung. Hal ini dihasilkan oleh suatu H+/K+-ATPase yang unik (pompa proton) yang mengkatalisis pertukaran H+ intraseluler dengan K+ ekstraseluler. Sekresi HCl distimulasi asetilkolin (ACh) yang dilepaskan dari serabut pascaganglion vagus, dan oleh gastrin yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari sel G (gastrin) di mukosa antrum pada saat sel tersebut mendeteksi adanya asam amino dan peptida (dari makanan) dalam lambung, dan oleh distensi gaster melauli refleks lokal dan panjang.
Meskipun sel parietal memiliki reseptor muskarinik (M1) dan gastrin (G), baik ACh maupun gastrin menstimulasi sekresi asam secara tidak langsung, melalui pelepasan histamin dari sel-sel parakrin yang terletak dekat dengan sel parietal. Selanjutnya histamin bekerja lokal pada sel parietal, dimana aktivasi reseptor histamin (H2) menyebabkan peningkatan adenosin monofosfat siklik (cAMP) intraseluler dan sekresi asam. Oleh karena asetilkolin dan gastrin bekerja secara tidak langsung melalui pelepasan histamin, maka efek sekresi asam oleh stimulasi vagus dan gastrin dikurangi oleh antagonis reseptor H2.
Agonis kolinergik dapat menstimulasi sekresi asam dengan kuat pada saat terdapat antagonis H2, menunjukkan bahwa ACh yang dilepaskan dari vagus pasti mempunyai akses yang terbatas pada reseptor muskarinik sel parietal. Gastrin yang bekerja langsung pada sel parietal mempunyai efek yang lemah pada sekresi asam, tetapi mengalami potensiasi pada saat aktivasi reseptor histamin.
Omeprazol tidak aktif pada pH netral, tetapi dalam keadaan asam omeprazol disusun kembali menjadi dua macam molekul reaktif, yang bereaksi dengan gugus sulfihidril pada H+/K+ -ATPase (pompa proton) yang berperan untuk mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal. Oleh karena enzim dihambat secara ireversibel, maka sekresi asam hanya terjadi setelah sintesis enzim baru. Omeprazol berguna terutama pada pasien dengan hipersekresi asam lambung berat yang disebabkan oleh sindrom Zollinger-Ellison, suatu keadaan yang jarang terajadi akibat tumor sel pankreas yeng mensekresi gastrin, dan pada pasien dengan esofagitis refluks dimana ulkus yang berat biasanya resisten terhadap obat lain (Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi 5. Jakarta : Penerbit Erlangga).
Pada pH netral, penghambat pompa proton secara kimia stabil, larut lemak, dan merupakan basa lemah. Penghambat pompa proton mengandung gugus sulfinil pada jembatan antara benzimidazol tersubstitusi dan cincin piridin. Mekanisme kerja penghambat pompa proton adalah basa lemah netral mencapai sel parietal dari darah dan berdifusi ke dalam sekretori kanalikuli, tempat obat terprotonasi dan terperangkap. Zat yang terprotonasi membentuk asam sulfenik dan sulfanilamid. Sulfanilamid berinteraksi secara kovalen dengan gugus sulfhidril pada sisi kritis luminal tempat H+,K+-ATPase, kemudian terjadi inhibisi penuh dengan dua molekul dari inhibitor mengikat tiap molekul enzim.
Obat PPI mempunyai efek langsung terhadap H+, K+, ATPase yang merupakan enzim sebagai pompa proton di dalam jalur produksi asam di sel parietal yang menyebabkan penghambatan enzim tersebut. PPI mengeliminasi dan mengurangi produksi asam dengan cara mengurangi aktivitas pepsin dan mengurangi terpaparnya jaringan oleh produksi asam.
Omeprasol dibuat dalam bentuk kapsul lepas tunda yang mengandung granul salut enterik. Penggunaan omeprasol adalah sebelum makan karena bila kapsul lepas tunda berisi omeprasol digunakan bersama makanan, kecepatan absorpsi di saluran pencernaannya akan menurun. Hal ini disebabkan perubahan omeprasol menjadi aktif sulfonamid di sel parietal membutuhkan lingkungan asam.
Penelitian yang dilakukan oleh keshavarz et all, menunjukan bahwa pasien yang diterapi dengan triple terapi untuk omeprazole yang dikombinasi dengan klaritromisin dan amoxicillin pada dosis rendah dengan pemberian selama 2 minggu ternyata lebih efektif dalam eradiksi dari bakteri H. pylori dibanding dengan pemberian pada dosis tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Calvet juga menunjukan bahwa pada pasien yang terkena infeksi bakteri H. pylori selain dengan menggunakan omeprazol juga bisa menggunakan rebeprazol. Penelitian dilakukan dengan membandingkan pemakaian rebeprazole selama 7 dan 10 hari. Hasilnya menunjukan bahwa baik pada pemakaian 7 ataupun 10 hari efikasi dari rebeprazol dalam menghambat eradiksi H. Pylori sama efektifnya.

DIABETES MELITUS DAN TERAPINYA

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan (Merentek, 2006; Dallo,2003). Menurut American Diabetes Association 2006, diabetes melitus merupakan penyebab kematian urutan ketujuh di dunia. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat.

Penyakit kencing manis atau disebut diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar gula darah melebihi nilai normal (hiperglikemia). Kondisi ini timbul terutama disebabkan adanya gangguan pada metabolisme karbohidrat di dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut antara lain disebabkan oleh adanya gangguan fungsi hormon insulin di dalam tubuh. Pada penderita diabetes melitus, gangguan fungsi hormon insulin, akan menyebabkan pula gangguan pada metabolisme lemak, yang ditandai dengan meningkatnya kadar beberapa zat turunan lemak seperti trigliserida dan kolesterol. Peningkatan trigliserida dan kolesterol merupakan akibat penurunan pemecahan lemak yang terjadi karena penurunan aktivitas enzim-enzim pemecah lemak, yang kerjanya dipengaruhi oleh insulin (Dorland,2007; Gustaviani 2006).

Menurut America Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Atau dengan kata lain diabetes melitus merupakan adanya peningkatan kadar gula darah oleh karena defisiensi insulin yang relatif ataupun absolut.

        1. Jenis-Jenis Diabetes Melitus

Jenis diabetes melitus dikelompokkan menurut sifatnya :

  1. Diabetes melitus yang tergantung insulin

  2. Diabetes melitus yang tidak tergantung insulin

  3. Diabetes melitus gestasional


        1. Tanda dan Gejala

Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes melitus, yaitu (Salway,1999; Gustaviani, 2006) :

  1. Banyak minum (polidipsia)

  2. Banyak kencing (poliuria), terutama pada malam hari

  3. Banyak makan (polipagi), tetapi berat badannya tidak naik-naik.


  1. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Faktor risiko diabetes melitus tipe 3 terbagi atas (Salway,1999):

  1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga dengan diabetes, dan usia > 45 tahun.

  2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki diantaranya berat badan lebih atau IMT > 27 kg/m2, tekanan darah > 140 mmHg, dislipidemia (HDL<>250 mg/dl)

Langkah pertama aksi insulin mulai dengan terikatnya insulin pada reseptor insulin (RI). Kemudian mulailah gerakan dan amplifikasi sinyal lewat jalur second messenger yang mengendalikan aksi insulin terhadap membran sitoplasma dan genom sel. Langkah pertama aksi insulin mulai dengan terikatnya insulin pada reseptor insulin (RI). Untuk transmisi sinyal yang baik diperlukan aktivasi tirosin kinase reseptor insulin dan otofosforilasi residu tirosin di reseptor. Beberapa protein intrasel bertindak sebagai insulin receptor substrate (IRS), yang difosforilasi mengarahkan sinyal insulin itu ke beberapa jalur intrasel berbeda.

Pada saat ini obat antidiabetik yang efektif dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien jumlahnya terbatas. Meskipun pada kenyataannya obat-obatan ini mempunyai beberapa potensi untuk mencegah perkembangan dan progresifitas komplikasi mikrovaskular, namun apakah obat-obat ini secara bermakna juga dapat menurunkan komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus tipe 2 belum jelas. Perlu diingat bahwa resistensi insulin bukan saja merupakan faktor etiologi utama dalam patogenesis diabetes melitus tipe 2, tetapi juga merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (Haffner, 2000).

  1. Metformin

Metformin termasuk golongan biguanid. Metformin merupakan obat antihiperglikemia yang poten. Cara kerja dari metformin adalah meningkatkan sensitivitas insulin. Efek metformin terhadap metabolisme lipid (Katzung, 1997) :

    1. Menurunkan kolesterol total dan kolesterol LDL

    2. Menurunkan trigliserida

    3. Meningkatkan kolesterol HDL

  1. Glibenclamid

Glibenclamid adalah obat antidiabetik oral yang paling banyak dikenal dalam puluhan tahun terakhir ini. Untuk menurunkan glukosa darah, obat ini merangsang sel beta dari pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Syarat pemakaian obat ini adalah apabila pankreas masih baik untuk membentuk insulin, sehingga obat ini hanya bisa dipakai pada diabetes melitus tipe 2. ( Katzung, 1997).

  1. Sulfonilurea

Mekanisme kerja golongan sulfonilurea adalah merangsang pelepasan insulin dari sel beta, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin. Di dalam tubuh sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik sulfonilurea pada sel beta pankreas. Ikatan tersebut menyebabkan berkurangnya asupan kalsium dan terjadi depolarisasi membran. Kemudian kanal Ca+ terbuka dan memungkinkan ion-ion Ca2+ masuk sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ di dalam sel. Peningkatan tersebut menyebabkan translokasi sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin yang telah terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk beredar ke seluruh tubuh

Isradipine merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengobati pasien diabetes dengan komplikasi mikroalbuminuria, dimana hal ini sudah terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh sabuncu pada pasien yang menderita DM tipe 2 dengan usia pasien antara 40 – 73 tahun.

Vildagliptin merupakan obat terbaru untuk pengobatan DM. Dimana vildagliptin dengan memperbaiki enzime glukagon dan insulin. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Bolli terbukti bahwa efikasi dan tolerabilitas vildagliptin lebih besar dibanding dengan pioglitazone. Selain itu penggunaan vildagliptin juga dapat dikombinasi dengan metformin maupun glibenklamid.

Obat antidiabetes sintetik yang beredar di masyarakat kebanyakan memberikan efek samping yang tidak diinginkan. Para ahli berusaha untuk mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk diabetes mellitus yang relatif aman. Beberapa tanaman yang dilaporkan berguna dalam pengobatan diabetes mellitus dan telah dilakukan uji aktivitas hipoglikemiknya dengan hewan uji antara lain pare (Momordica charantia), bawang merah (Allium cepa), dan sambiloto (Andrographis paniculata) (Studiawan dan Mulya, 2004). Tanaman lain yang berkhasiat menurunkan kadar gula darah dan telah diuji aktivitasnya sebagai antidiabetes adalah buah mengkudu (Morinda citrifolia L.), serta daun salam (eugenia polyantha) (Studiawan dan Mulya, 2004). Widowati dan Dzulkarnaen (1997) menyatakan bahwa beberapa jenis tumbuhan yang mempunyai khasiat sebagai antidiadetes mengandung senyawa triterpenoid, flavonoid, serta alkaloid.