Rabu, 07 November 2012

Mengelola obat psikotropika


Psikotropika menurut UU No.5 tahun 1997 adalah  zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat, psikoaktif melalui pengaruh selektif menurut susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku . 
psikotropikaPsikotropika digolongkan sebagai berikut:

  • Golongan I  adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, mencakup 26 zat, antara lain lisergida (LSD), meskalin, dan psilosibina.
  • Golongan II  adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan yang dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan mencakup 14 zat, antara lain: amfetamin, deksamfetamin, revonal, ritalin, dan sekobarbital.
  • Golongan III  adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, mencakup 9 zat, antara lain: amylobarbital, glutetimida dan pentazosina.
  • Golongan IV  misalnya: amfepramona, barbital, fenobarbital, metakualon, dan lain-lain.
Pengelolaan obat psikotropika
Secara garis besar pengelolaan psikotropika antara lain meliputi:
1. Pemesanan psikotropika
Obat-obat psikotropika dapat dipesan apotek dari pedagang besar farmasi (PBF) dengan menggunakan surat pemesanan (SP) yang diperoleh dari PBF PT. Kimia Farma dan ditandatangani oleh APA (saat dilakukan pemesanan).
2. Penyimpanan psikotropika
Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obat psikotropika belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obat psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan maka disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu stok psikotropika.
3. Pelaporan psikotropika
Apotek wajib membuat dan meminta catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No.5 tahun 1997 pasal 33 ayat (1) dan pasal 34 tentang psikotropika.
4. Pemusnahan psikotropika
Menurut pasal 53 UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila:
  • Kadaluarsa.
  • Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan.
  • Terkait dengan tindak pidana.
Sehubungan dengan pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat Berita Acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam 7 hari setelah mendapat kepastian.