Apa sebenarnya
Steven-Johnson Syndrome (SJS) ?
Mungkin sebagian
masih asing dengan istilah penyakit ini. Penyakit ini sebenarnya memang jarang
terjadi, namun nyatanya sesekali bisa dijumpai di sekitar kita. Gangguan ini
sulit diprediksi sebelumnya. Yang lebih penting lagi, penyebabnya kadang adalah
obat yang sering digunakan sehari-hari seperti obat turun panas parasetamol,
obat penghilang rasa sakit golongan non-steroid, seperti diklofenak,
piroksikam, juga antibiotika (yang paling sering golongan sulfa dan
penisilin), dll. FDA di Amerika pun telah memberi edaran peringatan untuk
berhati-hati terhadap risiko terjadinya SJS oleh parasetamol/asetaminofen.
Bisa dikatakan ini adalah salah satu bentuk “alergi” obat yang berat, namun
berbeda dengan alergi yang biasa.
Syndrome sendiri artinya adalah sekumpulan
gejala (symptom), di mana pada penyakit ini terdapat aneka gejala, mulai dari
lesi merah di kulit, sariawan di rongga mulut, sampai luka lepuh di kulit dan
alat genital, dll. Manisfestasi klinis gangguan SJS ini sangat bervariasi antar
pasien, dari yang ringan sampai berat. Yang berat bisa cukup fatal dan
mengakibatkan kematian, terutama jika terjadi komplikasi.
Nama
Steven-Johnson merujuk pada nama dua orang dokter, pak Steven
dan Pak Johnson yang pertama-kalinya mengidentifikasikan
adanya syndrome ini. Penyebabnya pada umumnya tidak diketahui dan sulit
diprediksikan sebelumnya, namun pada umumnya merupakan respon imun tubuh yang
berlebihan terhadap zat asing. Hampir seperti reaksi alergi, tetapi bentuknya
khas dan lebih berat. Secara patofisiologi, mekanisme terjadinya alergi tidak
sama dengan mekanisme SJS, dalam hal antibodi yang terlibat dan mediatornya.
Jika reaksi alergi biasa melibatkan antibodi imunoglobulin E (IgE),
SJS melibatkan IgG dan IgM dan merupakan
reaksi imun yang kompleks. Beberapa obat dilaporkan dapat menyebabkan reaksi
SJS, terutama adalah obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
dan obat antibiotik golongan sulfa. Selain itu unsur makanan,
cuaca, infeksi (jamur, virus, bakteri) juga diduga dapat merupakan faktor
penyebab. Susahnya, reaksi ini sulit untuk diprediksi sebelumnya jika belum
kejadian.
Bagaimana pengatasannya?
Tidak ada obat
yang spesifik untuk mengatasi SJS, sehingga pengobatannya adalah berdasarkan
gejala yang ada. Istilahnya diberi terapi suportif, untuk mendukung dan
memperbaiki kondisi pasien. Jika keadaan umum pasien cukup berat, maka perlu
diberi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara
parenteral melalui infus. Karena infeksi juga merupakan salah satu penyebab SJS
terutama pada anak-anak, maka diberi pula antibiotik dengan
spektrum luas, yang kemudian dilanjutkan dengan antibiotik yang sesuai dengan
kuman penyebab.
Untuk menekan
sistem imun, digunakan pula kortikosteroid, walaupun
penggunaannya masih kontroversial,
terutama bentuk sistemik. Contohnya adalah deksametason dengan dosis awal 1 mg/kg
BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Untuk gatalnya
bisa diberi anti-histamin jika perlu. Untuk perawatan lesi
pada mata diberi antibiotika topikal. Kulit yang melepuh
ditangani seperti menangani luka bakar. Lesi kulit yang terbuka dikompres
dengan larutan saline atau Burowi.
Lesi di mulut bisa dirawat dengan antiseptik mulut. Dan jika
ada rasa nyeri bisa diberikan anestesi topikal. Semua terapi
ini akan diberikan oleh dokter sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Kesembuhan pasien sangat tergantung dari berat ringannya gejala yang muncul.
Pencegahannya?
Jika belum pernah
terjadi, sulit untuk mencegahnya karena tidak bisa diprediksikan. Tetapi jika
sudah pernah terjadi sekali saja, maka upayakan untuk mengenali faktor
penyebab, dan sebisa mungkin menghindar dari faktor penyebab tersebut. Jika
disebabkan karena obat, perlu dipastikan nama obat tersebut dalam nama generik,
dan hindarkan penggunaan obat yang sama dalam berbagai nama paten yang ada.
Jika perlu, tanyakan kepada apoteker macam-macam obat yang ada pada resep Anda.
Contoh nama generik adalah parasetamol, dan obat ini bisa dijumpai dalam
berbagai merk dagang, seperti : Panadol,
Sanmol, Tempra, Thermorex, Paramex, Bodrex, dll. Kadang masyarakat
tidak mengetahui nama generik obat dan hanya mengenal nama patennya sehingga
hanya menghindari obat dengan nama paten tersebut, padahal bisa jadi obat
pemicu SJS tersebut terdapat pula pada merk obat yang lain. Jika anda berobat
ke dokter untuk suatu penyakit, sampaikan pada dokter bahwa anda sensitif dan
pernah mengalami SJS dengan obat tertentu (sebut nama obatnya), agar dokter
tidak meresepkan obat tersebut. SJS bisa saja terulang lagi jika terkena
paparan bahan yang menjadi pemicu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar